Si Biang Keladi
Ryan mengamati kedua cewek yang saling bermusuhan itu dengan seksama. Dia harus mendapatkan sebuah ide untuk menghentikan perkelahian yang sangat sengit itu.
“Apa kalian nggak lelah berkelahi dari tadi?” tanya Ryan. Namun sayang nggak ada tanggapan dari mereka.
“Aku nggak menyangka ada dua cewek yang rela berkelahi habis-habisan hanya gara-gara seorang cowok!”
“Apa kamu bilang?” umpan Ryan mengenai sasaran. Kedua cewek itu mulai memberikan tanggapan padanya.
“Memangnya aku cewek apaan?!” Andin meradang. Dia memandang tajam ke arah Ryan hendak menumpahkan semua kemarahannya. Namun cowok itu balik menatap hangat padanya. Senyumnya yang sangat menawan itu membuat Andin berdebar-debar. Dia pun buru-buru merundukkan pandangannya. Dia tidak ingin memberikan kesempatan sedikitpun pada cowok play boy itu untuk memasuki hidupnya.
Ryan mendengus kesal. Mengapa cewek itu selalu bersikap begitu? Memang apa yang salah dengan dirinya sampai cewek itu menutup rapat-rapat pintu hatinya? Tak berhakkah dia meraih mimpinya untuk mendapatkan seorang cewek yang benar-benar tulus mencintainya?
“Apa yang kamu inginkan?” tanya Reni yang mulai mencairkan hatinya.
“Aku hanya ingin memberi saran pada kalian. Itupun kalo kalian mau.”
“Apa saranmu?” tanya mereka serempak.
“Kalian ini cewek-cewek terpandang di Pelangi. Nggak selayaknya kalian menggadaikan harga diri hanya gara-gara emosi sesaat. Aku yakin kalian bisa melakukan sesuatu yang lebih baik daripada ini. So, jangan sia-siakan kepercayaan kami,” kata Ryan yang mampu memberikan makna yang sangat dalam di hati mereka.
“Maaf! Nggak seharusnya kami memberikan contoh yang buruk pada anak-anak Pelangi.”
“Syukurlah kalian telah menyadarinya. Ayo, kita temui yang lainnya! Mereka pasti sangat senang mendengar kabar baik dari kalian,” ajak Ryan.
Mereka berdua mengikuti cowok itu di belakangnya.
***
“Kamu jangan bercanda, Fred!” kata Lya yang tidak bisa menyembunyikan rasa panik di dalam hatinya. Dia tidak rela kalo Linda sampai jatuh ke tangan cowok play boy nomor satu di Pelangi itu.
“Aku serius.”
“Bukannya Ryan itu hanya ingin menikahi Andin?!” Tya nggak bisa menahan rasa heran di dalam hatinya.
“Tapi nggak menutup kemungkinan hal itu akan menjadi kenyataan bukan? Ryan dan Andin memang saling mencintai tapi mereka nggak pernah bersatu lantaran sama-sama keras kepala. Dia butuh seorang cewek yang bisa memahami dirinya.”
Mereka tertegun dengan pernyataan dari Fred itu. Apa yang dikatakan cowok itu ada benarnya juga. Meski Ryan di kelilingi oleh cewek-cewek kece tapi nggak ada satupun di antara mereka yang mampu menarik perhatian cowok itu selain Andin. Cewek itu memang mencintainya tapi dia tidak dapat memahami cowok itu sehingga cinta mereka tidak dapat bersatu. Dan kini… datanglah seorang cewek dengan membawa sejuta pesona yang ada di dalam dirinya.
Ryan tiba dengan membawa kemenangan di tangannya. Dia segera menghampiri Linda dan nggak sabar ingin menggoda cewek itu lagi.
“Aku telah selesaikan tugasku. Apa kamu nggak ingin memberikan imbalan untukku?” tanya Ryan dengan riangnya.
“Imbalan apa maksudmu?” tanya Linda bingung.
“Udah deh, jangan pura-pura nggak tahu begitu. Kamu pasti tahu apa yang aku inginkan bukan!” ujar Ryan sembari tersenyum nakal.
“Emang apa yang kamu inginkan dariku?”
Ryan meraih cewek itu ke dalam pelukannya. Dia nggak segan-segan menggoda cewek itu di hadapan Andin, pujaan hatinya dan teman-temannya. Dia nggak mempedulikan reaksi dari mereka sedikitpun juga. Dia hanya ingin memuaskan hasrat yang ada di dalam dadanya.
“Tika malam menjelang kuingin kau hadir di sisi tuk ceriakan kalbuku. Ukirkan cerita cinta di celah nafasku dengan pena asmaramu. Tiada yang kuinginkan di dunia ini selain berada dalam pelukan cintamu. Oh juwita hatiku, engkaulah belahan jiwaku. Permaisuri nan slalu kurindui di setiap waktu.”
Mereka terbelalak mendengar kata-kata yang terurai dari lisan cowok itu. Bisa-bisanya dia mengatakan itu di depan mata Andin. Mereka nggak dapat membayangkan gimana sakitnya perasaan cewek itu yang lagi dibakar api cemburu.
Gimana ya reaksi Linda mendengar kata-kata puitis itu? Hatinya bukannya berbunga-bunga tapi justru dia sangat kesal melihat ulah cowok itu. Belum pernah dia bertemu dengan cowok yang segila itu. Dia mencoba menahan amarah di dalam dadanya dan menunggu saat yang tepat untuk memberikan pelajaran pada cowok play boy itu.
“Alangkah merdunya tutur katamu. Terbangkan sayap cintaku hingga ke langit tujuh. Benarkah kata-kata itu terurai dari hatimu? Ataukah hanya sekedar hiasan dibibir saja?”
“Tiadakah kau rasai getar di hati ini? Betapa ingin ia tuangkan satu rasa nan tak pernah sirna. Aku sangat mencintaimu dan ingin bersanding denganmu slalu,” rajuk Ryan mesra. Hati rasa tak sabar menunggu datangnya kemenangan yang telah diimpikannya. Dia begitu percaya diri bahwa nggak ada seorang cewek pun yang mampu meloloskan diri dari jerat panah asmaranya.
“Hati rasa tersanjung mendengar tutur katamu. Namun sayang beribu sayang, engkau nggak lebih dari seorang pembual belaka!” ujar Linda sembari mendorong cowok itu sekuat tenaga hingga dia jatuh seketika. Cewek itu pun tersenyum puas karena rencananya dapat berjalan dengan sukses.
Semua orang yang ada di sana terpingkal-pingkal.
Ryan tersenyum kecut. Baru kali ini ada seorang cewek yang mampu menghindar dari rayuannya. Dia pandangi paras cantiknya nan sangat mempesona. Sesungging senyum manisnya makin membuat cowok itu tenggelam dalam keanggunannya.
***
“Mawar untuk siapa, Sel?”
“Untuk…Ryan!”
“Kok warnanya putih?”
“Aku ingin memberikannya sebagai ungkapan rasa terima kasih. Bukan untuk menembak dia,” jelas Selsy.
“Aku kira, kamu suka dia juga.”
“Kamu ini ada-ada saja, La.”
“Kamu mau kan menemaniku untuk memberikan mawar putih ini?” tanya Selsy. Dia tersenyum lebar tika sahabatnya itu menjawab dengan anggukan kepalanya. “Kira-kira cowok itu sedang ngapain ya?”
“Paling-paling cowok itu lagi merayu cewek di taman belakang. Nggak ada yang dapat menarik perhatian cowok itu selain soal perjuangannya untuk mendapatkan cinta sejati yang diimpikannya.”
Semua orang telah melihat perjalanan cinta cowok play boy nomor satu di Pelangi itu namun belum ada seorangpun yang mampu membuka tabir dari cinta sejatinya hingga sampai detik ini. Semua masih menjadi misteri.
***
Sebuah kekuatan yang sangat besar mendorong Ryan untuk menemui Linda. Tanpa terasa dia mulai menguraikan perasaan yang nggak mampu dibendungnya. Dia tidak tahu mengapa tiba-tiba hatinya nggak bisa dikendalikan begitu.
“Berikan daku senyuman terindahmu. Satu senyuman yang mampu lepaskan dahaga di sanubariku. Tiadakah kau rasai kerinduan di hati ini yang slalu menantikan dirimu di penghujung sepi? Perpisahan ini tlah goreskan beribu-ribu luka di dalam kalbuku.”
“Perpisahan? Aku kan baru saja bertemu denganmu. Kamu ini memang suka mengada-ada saja,” kata Linda sembari tersenyum geli.
“Tika pertama kali kujumpa denganmu kurasai hati ini telah lama mengenal tentang dirimu. Parasmu nan elok tlah tersimpan kuat di dalam kalbuku. Kutak tahu seberapa berartinya engkau bagi diriku tapi ada satu hal yang perlu engkau tahu, aku sangat mencintaimu. Tak ada yang dapat membahagiakan diri ini selain melihat sesungging senyuman yang menghiasi paras cantikmu,” ujarnya. Dia tidak mengerti mengapa kata-kata itu bisa meluncur cepat dari lisannya. Ada apa dengan dirinya? Hatinya seolah-olah mengatakan pada dirinya bahwa cewek itulah nan tlah lama dirindukannya siang dan malam. Pelita hati nan tlah lama ia cari-cari selama ini.
“Benarkah?” Linda terbelalak. Baru pertama kali dia berjumpa dengan cowok paling aneh di dunia ini. “Aku sangat tersanjung mendengarnya. Tapi ada sedikit rasa heran di dalam hatiku, mengapa engkau sangat bahagia jika melihat aku tersenyum? Apa ada yang aneh dengan senyumanku itu?”
“Senyuman itu ltah siratkan beribu-ribu asa yang ada di dalam hatimu. Asa yang coba tuk kau tutupi pada dunia ini tentang arti cinta dan getirnya hidup yang kau rasakan. Aku tak tahu apa yang tlah kau alami selama ini tapi aku dapat merasakannya. Kau simpan semua luka hatimu dan berikan yang terbaik untuk orang yang sangat kau cintai. Kau tlah ajari diriku tentang arti cinta dan sebuah pengorbanan nan suci. Masih adakah senyuman yang lebih indah daripada itu?”
Linda terhenyak. Dia tidak mengerti mengapa cowok itu bisa melihat dan merasakan apa yang ada di dalam hatinya. Ada ikatan apa di antara dia dengan dirinya?
“Ah, itu cuma pikiranmu saja. Aku nggak punya masalah apa-apa kok,” kilah Linda.
Ryan terdiam. Dia sangat yakin feelingnya itu benar. Mungkin cewek itu tidak mau mengungkapkan apa yang dialaminya karena ada suatu alasan yang sangat kuat. Dia hanya bisa berharap suatu ketika cewek itu akan menceritakan masalahnya.
Sejenak suasana berubah menjadi hening hingga sebuah suara menggema di udara.
“Hi, Ray!”
Mereka sangat terkejut dengan kedatangan Ella dan Selsy. Tak terkecuali Ryan pula.
“Apa yang perlu aku bantu?”
“Nggak ada,” jawab Ella.
“Lalu kenapa kalian kemari?”
“Aku… ing… ingin memberikan ini… pada… padamu,” jawab Selsy.
“Trims, ya!” kata Ryan berbinar-binar. Rasanya baru kali ini dia mendapat hadiah yang sangat spesial sekali. Sekuntum mawar putih. Mengapa bunga itu sangat spesial di hatinya? Karena bunga itulah yang selalu mengingatkannya pada pujaan hatinya yang tak kunjung ditemukannya. Cinta pertama yang tlah hilang darinya.
“Sama-sama.”
“Kami permisi dulu ya!”
“Oh ya silahkan.”
Kedua cewek itu berlalu dari hadapan mereka.
“Untukku saja mawar itu, Ray!” rajuk Fred hendak menyambar mawar itu dari tangan Ryan namun cowok itu dapat berkelit cepat.
“Nggak boleh.”
“Kalo bukan untukku, memangnya untuk siapa lagi? Kamu kan nggak punya cewek,” ledek Fred.
“Akan kuberikan pada siapa saja yang aku suka,” cetus Ryan.
“Kamu nggak suka padaku?”
“Suka. Tapi untuk soal yang satu ini, kamu belakangan aja.”
“Sialan!” rutuk Fred.
Ryan hanya terkekeh. Dia memandangi satu persatu cewek yang ada di hadapannya. Dia bingung ingin memberikan mawar putih itu kepada siapa. Akhirnya dia memutuskan akan memberikannya pada salah satu di antara mereka.
Teman-teman Ryan sangat penasaran kira-kira cowok itu akan memberikannya kepada siapa. Di antara mereka banyak yang memilih pasti akan diberikan pada Andin.
“Kupersembahkan sekuntum mawar putih ini untukmu, duhai permaisuri hatiku. Semoga ia dapat menjadi penyeri hari-harimu!” Ryan menyerahkan mawar putih itu pada Linda.
Teman-teman Ryan terbelalak seketika. Mereka nggak percaya cowok itu akan menyerahkannya pada cewek yang baru saja dikenalnya. Mungkinkah dia melakukan itu untuk membakar api cemburu di hati Andin.
“Terima kasih,” ucap Linda berbunga-bunga karena mendapatkan hadiah bunga kesukaannya.
“Kenapa kamu berikan mawar putih itu pada Linda? Bukannya kamu suka Andin. Kenapa tidak kamu hadiahkan bunga itu padanya?” tanya Lia keheranan.
“Mana mungkin aku berikan bunga itu pada Andin. Semua orang tahu kalo dia suka mawar merah bukan mawar putih,” jawab Ryan.
“Kenapa harus Linda?”
“Karena…kehadirannya bikin hatiku jadi berbunga-bunga.”
“Dasar play boy kelas kakap! Andin belum berhasil didapat sekarang sudah punya mangsa baru lagi…!” sembur teman-temannya.
Ryan hanya terkekeh. Sepintas dia melihat paras Andin yang memerah lantaran dibakar api cemburu. Sebenarnya dia nggak bermaksud memanas-manasi cewek itu. Dia hanya ingin memberikan bunga itu pada orang yang paling menyukainya dan entah mengapa dia merasa Lindalah orang yang paling tepat untuk mendapatkan hadiah itu.
“Maaf, aku permisi dulu! Masih ada urusan yang harus aku selesaikan,” pamit Linda pada mereka.
“Oh ya silahkan.”
Selepas kepergian cewek itu Ryan, Fred dan Frans yang satu turunan berdarah play boy itu berdecak kagum.
“Suaranya sangat lembut tapi berkarakter tinggi,” ujar Fred dan Frans serempak.
“Baru pertama kali aku bertemu dengan seorang cewek yang berkharisma tinggi,” puji Ryan.
“Jangan bilang kamu juga ingin mengincarnya?”
“Suka-suka aku dong. Memangnya kenapa kalo dia jadi cewekku? Kalian keberatan?”
“Kami nggak keberatan kok,” kilah Frans mewakili teman seperjuangannya. Seperjuangan dalam menaklukkan hati anak-anak cewek yang menjadi target dari panah asmaranya maksudnya.
“Sebelum mengambil keputusan lebih baik kamu pikir masak-masak,” saran Fred. “Siap, nggak kamu jadi cowok setia?”
“Aku udah siap,” jawab Ryan sembari tersenyum lebar. Kalo memang cewek itu adalah pujaan hatinya, maka dia akan berusaha mendapatkan cintanya. Dan bila saat itu tlah tiba dengan senang hati dia akan melepaskan gelar “Play boy” yang disandangnya.
“Awas, jangan main curang!” ancam Fred dan Frans.
“Tenang saja. Aku nggak akan mencurangi kalian.”
“Oke, kami pegang kata-katamu.”
Mereka bertiga segera berlalu dari hadapan teman-temannya. Teman-temannya hanya menggeleng pelan melihat penyakit lama mereka kambuh lagi. Sampai kapan mereka akan terus melepaskan panah-panah cinta mereka pada cewek-cewek yang nggak berdosa? Berapa banyak lagi cewek-cewek yang akan menjadi korban mereka?
“Frans mana, Dre?” tanya Alex yang masih terengah-engah. Dia ingin mengajak cowok itu untuk bersama-sama mencari keberadaan cewek berbaju hijau yang diinginkan oleh Fika itu.
“Lagi ngerayu cewek.”
“Apa…? Ngerayu cewek…?!” Alex terbelalak seketika. Sahabatnya itu pasti telah lupa pada tujuannya semula. Setelah bertemu dengan cewek-cewek yang cakep cowok itu pasti telah lupa segala-galanya.
“Pokoknya kalian berdua harus bertanggung jawab atas keselamatan Linda, teman baru kami!” kata Lya dan Tya dengan nada yang tinggi sekali.
Lagi-lagi mereka berdua terkena getah gara-gara ulah kenakalan dari sahabat-sahabat mereka. Mereka hanya bisa berharap semoga penyakit itu akan lekas sembuhnya.
“Jangan khawatir! Linda akan baik-baik saja.”
Setelah mengucapkan kata-kata itu kedua cowok itu berlalu dari hadapan mereka. Kini tinggallah Lya dan teman-temannya yang asyik mengobrol tanpa adanya gangguan dari cowok-cowok play boy yang selalu meresahkan hati mereka.
“Kenapa kalian berdua bisa sampai bertengkar sehebat itu?” tanya Tya.
“Aku kira Andinlah penyebab keretakan hubungan antara Frans dan Leni,” jawab Reni.
“Darimana kamu punya pikiran seperti itu?” tanya Andin ingin tahu.
Reni mulai menceritakan pada mereka tentang apa yang telah didengarnya.
***
“Langit begitu cerah. Tapi mengapa dirimu bermuram durja? Apa gerangan yang telah mengiris keceriaanmu?” tanya Reni.
“Frans memutuskan aku,” lirih Leni.
“Kenapa dia memutuskanmu?”
“Aku nggak tahu. Tiba-tiba saja dia mengucapkan kata-kata itu padaku.”
“Kamu tenang saja, Len. Aku akan cari Frans untuk meminta penjelasan darinya. Dia nggak boleh berbuat semena-mena itu padamu,” bujuk Reni menenangkan cewek itu. Dia pun berlalu dari hadapan cewek itu. Dia tanyai setiap orang yang ditemuinya tentang keberadaan si Frans namun dia tidak kunjung menemui hasilnya. Di tengah-tengah kebingungannya itu tanpa sengaja dia bertemu dengan Ryan dan teman-temannya.
“Kamu mau ke mana, Ren? kelihatannya buru-buru amat!” tanya Ryan.
“Aku sedang mencari Frans. Apa kamu tahu di mana cowok itu sekarang?”
“Coba saja kamu cari dia di taman belakang! Barangkali dia sedang merayu cewek di sana.”
Reni coba untuk mempercayai kata-kata cowok itu. Meski Ryan dan Frans saling bersaing dalam segala hal tapi mereka bukan orang yang suka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kemenangan yang diinginkannya. Dia segera mencari Frans di taman belakang setelah berpamitan pada mereka.
***
“Jadi semua ini ulahnya Ryan?” Andin sangat kesal sekali. “Kenapa sih cowok itu nggak pupus-pupusnya mengerjai orang? Benar-benar keterlaluan!”
Mereka tersenyum geli melihat kekesalan Andin yang membumbung tinggi pada cowok itu. Serentak mereka beramai-ramai menggoda cewek itu.
“Aku akan melupakanmu, kasih. Meski bayang wajahmu selalu berada di pelupuk mataku…”
“Kalian…,” Andin makin memerah saja.
“Jika suka, kenapa nggak kamu terima saja uluran tangannya?” ledek Lya.
“Beribu-ribu kali dia bilang suka padaku. Tapi, tanpa segan-segan pula cowok itu merayu cewek lain di depan mataku. Apa aku masih mampu menerima uluran tangannya?”
“Siapa tahu dia akan berubah kalo kalian menikah nanti,” ujar mereka.
“Kurasa dia nggak akan berubah,” lirih Andin.
“Jika kamu saja ragu, lalu siapa lagi yang akan percaya padanya?!”
“Mana ada cewek yang percaya pada rayuan manisnya. Kalo pun ada, mungkin cuma cewek bodoh saja,” jawabnya.
Masih adakah cewek di dunia ini yang percaya pada cowok play boy itu? Hanya waktu yang akan menjawab pertanyaan itu. Rasanya mereka tak sabar lagi untuk menemukan jawabannya.
Komentar
Posting Komentar