Green Princes
“Sinar mentari begitu cerah. Menghiasi negeri Pelangi nan indah. Namun entah mengapa kulihat sebilah hati terkerangkai kelu. Terbelenggu sayu. Tertelan pilu,” Frans mulai menunjukkan kebolehannya. Unjuk kebolehannya dalam merayu cewek, tapi kali ini bukan untuk dijadikan mangsa barunya melainkan untuk mengetahui penyebab kemurungan dari salah seorang teman ceweknya yang bernama Fika.
Cewek itu hanya terpaku. Tidak menanggapi cowok itu apalagi mengutarakan penyebab dari kemurungannya itu.
“Uraikanlah isi di hati. Jangan engkau pendam derita seorang diri. Berbagilah dengan kami. Biarkan kami turut membantumu. Merasai kegetiran nan membelenggu kalbumu,” Adri yang juga menyandang gelar salah satu dari play boy paling top pun tak mau kalah dari sohibnya. Namun sayang, cewek itu tak jua bergeming.
“Jika ada suatu hal yang kau risaukan, jangan sungkan untuk menguraikannya. Engkau tak sendirian di dunia ini. Masih ada kami nan selalu menyayangi dan mencintaimu dengan setulus hati,” rajuk Alex pula.
“Biarkan aku sendiri!”
“Oke, tapi diclearin dulu!” kata Frans setengah memaksa. Dia mulai mengurungkan niatnya itu setelah Alex menyenggol lengannya.
Alex memang lebih lihai menangani masalah daripada teman-temannya. Tenang dan mengagumkan. Tutur katanya yang lembut itu mampu mendinginkan suasana yang panas membara. Dialah yang menjadi ujung tonggak dalam genknya. Namun justru ketenangan itu memancarkan kekuatan yang ada di dalam dirinya. Dialah anak paling cerdas di Pelangi setelah Ryan dalam kurun waktu terakhir ini.
“Aku ingin memberikan pelajaran pada cewek itu!” Fika mulai mencairkan hatinya.
“Cewek yang mana?” tanya mereka kompak.
“Cewek yang memakai baju hijau itu.”
“Siapa namanya?” tanya Frans meminta penjelasan yang lebih detail lagi.
“Aku nggak tahu,” jawab Fika yang membuat teman-temannya ternganga. Masa sama rival sendiri aja nggak tahu namanya. Gimana caranya agar mereka bisa membantu untuk menemukan cewek itu? Ceroboh sekali sih cewek yang satu ini.
“Memangnya apa yang telah diperbuat padamu?” tanya Adri penasaran.
“Dia telah mempermalukanku,” jawabnya.
“Jangan khawatir, kami pasti akan menemukannya!”
Meski tak yakin akan berhasil tapi mereka masih bersedia untuk membantu cewek itu. Mereka hanya ingin Fika bisa ceria kembali. Setelah melihat keceriaan di mata cewek itu akhirnya mereka berlalu dari hadapannya. Mereka mengelilingi kampus untuk mencari cewek berbaju hijau itu namun mereka tidak juga mendapatkan hasil yang memuaskan.
“Aku capek sekali,” Adri terduduk lemas.
“Sepertinya kita memang harus istirahat dulu, Frans!” saran Alex yang merasakan hal yang sama seperti Adri.
“Oke, terserah kalian saja.”
Mereka beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaga sembari mencari ide agar bisa mendapatkan cewek yang mereka inginkan.
“Gimana sekarang?” tanya Frans meminta saran dari teman-temannya. Adri dan Alex tampak berpikir keras untuk mendapatkan ide yang paling bagus.
“Kita cari aja di markasnya anak-anak cewek. Kalo pun nggak ketemu, kita bisa gunakan kesempatan itu untuk mencari pelita hati kita. Oke?” Adri memberikan saran yang nggak jauh beda dari hobinya yang suka merayu cewek. Dalam situasi yang seperti itu pun yang ada di dalam pikirannya cuma cewek dan cewek melulu. Tentu saja ide itu disambut suka cita oleh si Frans yang nggak jauh beda dengan dirinya itu. Sementara Alex hanya tersenyum kecut karena kedua sahabatnya itu nggak pernah berubah. Selalu saja mikirin cewek melulu.
“Ayo kita ke sana!” kata Frans dan Adri penuh semangat.
Meskipun nggak enak hati Alex tetap mengikuti ajakan dari teman-temannya itu. Dan seperti biasanya anak-anak Pelangi mulai kasak-kusuk.
“Hi, genknya Ksatria Muda akan lewat sini!” teriak salah seorang anak cewek memberi tahu semua teman-temannya.
“Oh, ya?!”
Mereka berjajar rapi mengelilingi jalan yang akan dilalui oleh Frans dan teman-temannya. Ada yang sibuk memilin-milin rambutnya, ada juga yang menarik-narik blusnya, ada yang berpose genit, ada yang hanya merekahkan senyum manisnya dan ada pula yang bergaya intelek jua. Membawa buku di tangan bukan untuk dibaca tapi cuma buat pajangan aja. Mereka semakin histeris tika melihat kedatangan para cowok itu.
“Hallo, para Ksatria…!”
Frans dan Alex melambaikan tangan. Sementara Adri nggak mampu menahan diri untuk menghampiri mereka.
“Hi, cewek-cewek cantik!”
Alex segera menghampiri cowok itu dan membawa paksa menjauhi mereka. Sekuat tenaga Adri meronta-ronta.
“Alex, memang nggak bisa melihat orang berbunga-bunga!” gerutunya.
Alex dan Frans tersenyum geli. Berbeda dengan Alex yang langsung menarik paksa Adri untuk menjauhi cewek-cewek itu, Frans melakukan pendekatan yang lebih diplomatis pada sahabatnya itu.
“Jual mahal sedikit, Dri! Biar jadi beken. Kalo berhasil kan kamu juga yang happy. Levelnya dinaikin saja agar nggak semua cewek bisa mendekatimu. Kamu ingin mendapatkan cewek yang bermutu atau yang biasa-biasa saja?”
“Tentu saja aku ingin mendapatkan cewek yang bermutu,” jawab cowok itu mantap.
“Kamu harus sabar.”
Adri menelan ludah. Mana tahan dia menghadapi senyuman anak-anak cewek yang manis-manis dan manja-manja. Ya dia memang berbeda dari si Frans yang play boy tapi memiliki selera yang tinggi soal cewek. Nggak heran deh kalo cowok itu suka gonta-ganti cewek setiap minggu dengan satu alasan yang sangat simpel sekali “nggak cocok”. So, nggak heran kalo Frans menyabet gelar “cowok berdarah dingin” dari teman-temannya.
“Kalo aku nggak bisa dapetin cewek yang aku inginkan, gimana?”
“Siapa yang ngajarin kamu jadi cowok minderan gitu?” tanya Alex dan Frans serempak.
“Kalian.”
Adri berlari sekencang-kencangnya sebelum teman-temannya itu dapat membalasnya. Alex dan Frans memburu cowok itu untuk menumpahkan kekesalan mereka. Tanpa terasa akhirnya mereka tiba di markas para anak-anak cewek. Pemandangan yang sangat indah telah menanti kehadiran mereka. Membuang semua rasa kesal dan capai yang menjalari mereka dan menggantikannya dengan rasa bahagia nan tiada tara.
“Ramai sekali…,” seru Adri tidak sabar lagi untuk terjun menikmati keindahannya.
“Sungguh pemandangan yang sangat indah. Rasanya nggak sabar aku ingin mencari pelita hati yang kuimpikan,” ujar Frans tidak bisa menahan gejolak di dalam dadanya.
“Tempat yang sangat cocok untuk belajar,” kata Alex berseri-seri. Berbeda dengan kedua sahabatnya, cowok yang satu ini malah nggak tertarik pada cewek-cewek cantik yang ada di hadapannya sama sekali.
Mereka terbelalak.
“Kamu kok makin parah saja sih?!”
“Terserah kalian mau bilang apa,” kata Alex dengan cueknya.
Frans dan Adri hanya bisa menggeleng pelan.
“Oke, sekarang kita cari cewek itu. Adri ke kanan, Alex ke kiri dan aku akan berjalan lurus ke depan!” komando Frans yang selanjutnya disetujui oleh sahabat-sahabatnya. Sedetik kemudian mereka menyebar ke arahnya masing-masing.
Adri menyapa sekumpulan anak-anak cewek yang ditemuinya dengan ramah.
“Hi, cewek-cewek kece!”
Mereka menoleh seraya tersenyum manis.
“Sendirian aja? Yang lainnya mana?”
“Sibuk.”
“Sibuk mencari cewek ya?” tebak mereka. Gelengan kepala Adri membuat mereka ternganga.
“Mereka sibuk membantu Fika untuk mencari cewek berbaju hijau. Sama seperti aku.”
“Kita cari dia sama-sama aja!” saran mereka yang disambut suka cita oleh cowok itu.
Bagaimana aku bisa tahan kalo setiap hari berdekat-dekatan dengan mereka? Para Ksatria yang lainnya pasti sama jua. Para bidadari selalu datang mengahampiri. Mengapa mereka bisa menahan diri? Aku tak mengerti. Ingin kutebarkan percikan hati ini. Namun lambaian angin membawanya pergi.
“Ksatria Biru!”
Adri terlonjak seketika.
“Lagi mikirin siapa, hayo?!” goda mereka.
“Nggak mungkin aku mikirin yang lain kalo didekatku sudah ada para bidadari nan sangat mempesona hatiku.”
Kata-kata cowok itu membuat mereka bersemu-semu.
“Berapa anak-anak cewek yang memakai baju hijau?”
“Kira-kira sekitar 10 orang.”
“Yang anak baru, berapa?”
“Sepertinya nggak ada deh.”
“Nggak ada atau sengaja ditiadakan nih?” goda cowok itu.
Mereka cemberut.
“Sinarilah hati ini dengan keceriaanmu. Kuingin dengar merdu suaramu nan mampu terbangkan sayap cintaku hingga ke langit tujuh. Menari-nari di antara gugusan bintang-bintang nan berkejar-kejaran.”
“Kamu ini memang play boy yang sangat lihai sekali.”
“Memang apa salahnya? Lagi pula kalian juga sangat menikmatinya bukan?!” godanya.
Wajah mereka bersemu-semu namun cowok itu semakin menjadi-jadi.
“Datanglah padaku dengan membawa segenap rasa cintamu niscaya kan kuterima ia dengan sepenuh hatiku. Buanglah perisai malu di dalam hatimu karna aku pun tak mampu hidup tanpa adanya seorang permaisuri belahan jiwaku,” seru Adri sembari tersenyum hangat yang membuat cewek-cewek itu semakin memerah saja.
***
Lambaian angin menyapanya dengan mesra. Mengukirkan ketenangan di dalam dada. Keceriaan Pelangi mencandainya dengan manja. Menebarkan keharuman di sela-sela nafas panjangnya. Merekahkan senyum manisnya di sana.
“Ksatria Putih tersenyum manis padaku,” seru seorang cewek sangat berbunga-bunga.
“Kamu mimpi kali. Mana ada Ksatria yang menyukaimu. Lain kali kalo berujar sekali-kali tengoklah ke belakang. Kamu ingin meraih bintang di langit biru. Tapi, kamu sendiri masih terpaku di atas bumi yang gersang ini!”
“Kalian juga sama,” cewek itu ganti menyerang balik.
“Paling nggak kami tetap berusaha.”
“Boleh saja kita bersaing tapi jangan sampai saling bermusuhan.”
Mereka menuangkan sebuah ide untuk menarik perhatian Alex. Mereka mulai melakukan misi itu dengan bersuka ria. Salah seorang dari mereka berlari-lari menuju pujaan hatinya itu.
Alex yang tidak menyadari akan hal itu, masih terhanyut dalam buku bacaannya. Cowok yang satu itu memang suka membawa catatan mini ke mana-mana. Biasanya dia selalu menyelipkannya pada celah sakunya.
Cewek itu berlari-lari dengan riangnya. Semua mata yang ada di sana tertuju padanya. Kecuali Alex yang masih terlihat acuh tak acuh yang membuatnya sangat kesal sekali. Namun demi impian yang telah lama dirajutnya itu, dia tetap tersenyum lebar.
“Kenapa dengan cewek itu?” tanya cewek berambut pendek. “Lagi disambar petir ya?”
“Dia sedang menjemput pelita hatinya. Bukan disambar petir,” jelas temannya.
“Siapa?”
“Si Putih.”
“Si Putih yang mana?”
“Ya…Ksatria Putih.”
Giliran cewek itu yang bagai disambar petir. “Dasar cewek nggak tahu aturan!” cewek itu beranjak dari tempatnya, lalu mengejar pesaingnya itu. Temannya itu sangat terpingkal-pingkal melihat reaksinya terlebih-lebih setelah dia berhasil menyusul dan mendorongnya kuat-kuat.
“Rasain kamu!” ledeknya yang diikuti oleh deraian tawa dari para mahasiswa yang menonton adegan lucu itu.
“Aaaa…aduh… aaa…!” rintih cewek itu kesakitan. Ingin rasanya dia menghajar cewek yang ada di hadapannya itu namun dia mengurungkan niatnya tika dilihatnya Alex hendak menghampirinya. Suara yang sangat bising itu telah menyita perhatian cowok itu.
“Kamu baik-baik saja kan?”
“Aduh…aaa…!” rintih cewek itu. Kali ini suaranya lebih dia tinggikan untuk memunculkan kesan yang dramatis sekali.
“Mana yang sakit?” tanya Alex lagi. Cewek itu pun menunjukkan kakinya yang terkilir. Meskipun rasa nyeri menjalari tulangnya tapi hatinya tetap berseri-seri. Dia bahkan dapat memandangi cowok itu dengan sepuas-puasnya. Tentu saja tanpa sepengatahuannya. Dan dia pun berhasil membakar rasa cemburu pesaingnya itu.
“Biar kuobati lukamu!” Alex mulai bersiap-siap untuk menolong cewek itu. Namun tiba-tiba datang seorang cowok yang mencegahnya.
“Jangan, Lex!” sergah Reza, kakak kelasnya. Dia yang sudah tahu akan akal bulus cewek itu nggak membiarkan rencana itu berjalan dengan mulus sekali. “Biar aku saja yang akan mengobatinya!” katanya menawarkan diri.
Alex mempersilahkannya.
Seperti yang telah diterkanya, cewek itu sangat kesal sekali lantaran dia telah mengacaukan rencananya. Namun hal itu tidak menyurutkan langkahnya. Sembari menahan deraian tawanya yang hampir meledak, dia mulai bersiap-siap untuk mengobati cewek itu.
Cewek itu sudah tidak tahan lagi memendam mimpi buruknya.
“Aku nggak mau ditolong olehmu. Pergi… pergi kau dari hadapanku!” teriaknya keras sekali.
“Ha…ha…ha…”
“Jangan panik, Kak! Kak Reza hanya ingin membantumu,” bujuk Alex menenangkan cewek itu. Dalam hati dia merasa bingung karena cewek itu nggak mau ditolong oleh kakak kelasnya. Padahal waktu dia hendak menolongnya tadi cewek itu menunjukkan reaksi yang sebaliknya. Ada apa ya?
“Nggak!” dengan tertatih-tatih cewek itu pergi meninggalkan mereka. Tidak dihiraukannya rasa nyeri yang menjalari tulang-tulangnya. Walaupun jatuh bangun berkali-kali dia masih nekat jua.
Mereka tertawa-tawa. Namun Alex masih terbengong, tak percaya.
“Kamu itu memang terlalu baik sama orang lain. Tapi, beginilah akibatnya,” kata Reza sembari menepuk-nepuk pundak cowok itu.
Alex tersentak. Lalu bertarima kasih padanya. Dia tidak menyangka ternyata cewek itu ingin memanfaatkan situasi itu untuk menggodanya.
***
“Hi, Nona manis! Apa gerangan yang telah mencuri perhatianmu?” tanya Frans mulai menebarkan jaring-jaring cintanya pada cewek yang ada di hadapannya. Cewek itu pun menoleh ke arahnya dengan merekahkan senyum manisnya.
“Memandangi bunga-bunga nan menawan hati ini.”
“Pemandangan di sini memang sangat mempesona. Siapa pun yang melihatnya pasti akan terkesima,” puji Frans untuk sekedar mencari perhatian.
“Kamu juga menyukainya, Frans?” cewek yang tak lain adalah Andin, sang primadona Pelangi itu sangat takjub sekali. Dia tidak menyangka kalo cowok itu ternyata menyukai bunga. Setahunya cowok itu hanya menyukai anak-anak cewek yang akan dijadikan mangsa barunya saja.
Frans mengangguk.
“Sudah berapa banyak cewek-cewek yang terbuai oleh kata-kata manismu itu?” sindir Andin yang telah dibungkus rapi oleh senyumnya.
“Nggak ada. Bidadariku kan cuma Andin seorang. Sejak kamu dilahirkan dari kayangan.”
Nggak ada? Padahal sudah nggak terhitung lagi anak-anak cewek yang jadi korban rayuan cowok itu. Mereka mendapatkan nasib yang sama. Dicampakkan dengan begitu saja.
“Hm…”
“Biarpun beribu-ribu cewek manis datang menghampiriku, cuma Andin yang aku rindu.”
Andin masih diam saja. Dia terkejut ketika tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan menggema di telinganya. Dan makin terkejut lagi ketika mengetahui bahwa suara itu berasal dari Ryan, cowok yang selalu mengejar-ngejar dirinya untuk dijadikan kekasih hatinya.
“Apa yang dikatakannya itu benar. Jangan kamu menilai wajahnya, tetapi lihatlah pada ketulusan hatinya.”
Mereka tersentak.
Kenapa anak ini mencampuri urusanku? Pakai acara bela-belain segala. Padahal, rasa-rasanya dia nggak pernah bertingkah laku seaneh itu. Jangan-jangan anak ini ada maunya kali?!
“Nggak biasanya kamu pake acara bela-belain orang segala. Kamu pasti ada maunya kan?” tuding Frans.
“Kamu jangan berprasangka buruk padaku, Frans!“ pungkir Ryan. Mana mungkinlah dia membiarkan cowok itu mendapatkan cewek yang diimpikannya. Apalagi cewek yang tengah dirayunya itu adalah cewek yang menjadi incarannya selama dua tahun ini. “Aku hanya ingin membantu. Nggak ada maksud apa-apa.”
“Aku bukan anak kemarin sore yang bisa kamu kacangin. Lebih baik kamu pergi dari sini sebelum amarahku naik ke ubun-ubun!”
“Oke, aku akan pergi. Selamat bersenang-senang ya!” ujarnya sembari berlalu dari hadapan mereka.
“Kenapa kamu mengusirnya?”
“Dia hanya ingin mengganggu kita saja. Nggak usahlah kamu pedulikan cowok usil itu!”
Bagaimana nggak peduli kalo cowok itu telah lama mengisi relung hatinya. Meski beribu-ribu kali dia coba memungkiri. Semakin lama dia coba untuk melupakan bayang wajahnya maka semakin kuatlah rasa rindu yang membelenggu dirinya.
“Tapi dia kan teman kita juga.”
“Lupakan saja soal dia!” bujuk Frans. Dia mencoba mengalihkan perhatian Andin pada bunga-bunga cantik yang ada di hadapannya itu.
Komentar
Posting Komentar