Dawai Cinta dan Persahabatan part 4

Keceriaan Pelangi
“Minumnya dua, Bu!” Andre yang masih ngos-ngosan mengambil dua teh botol. Dia memberikannya pada Ryan sedangkan yang satunya lagi dia minum sendiri.
Ryan meminumnya dengan nikmat.
“Hi, cowok-cowok tampan!”
Mereka langsung memalingkan muka yang membuat anak-anak cewek jadi cemberut.
”Ha… ha… ha…”
“Mendingan minum daripada mikirin cewek yang akan membuat kepala pusing tujuh keliling. Iya kan, Ray?”
Ryan mengangguk setuju.
Andre dan Ryan mengambil minuman lagi untuk menghilangkan rasa dahaga mereka dan meminumnya dengan kecepatan yang sangat tinggi sekali.
Rasa heran menyelimuti seisi kantin. Ryan yang selalu nyaman dikelilingi anak-anak cewek tiba-tiba berubah dengan drastis sekali. Ditambah lagi dengan ulah Andre yang nggak seperti biasanya membuat mereka bingung. Sebenarnya apa yang telah terjadi?
“Kenapa dengan kalian? Habis dikejar-kejar anjing ya?” tanya bu kantin. Gelengan kepala mereka membuat beliau semakin bingung.
Sementara di salah satu sudut ruangan, Fay yang tidak pernah melihat tingkah laku teman-temannya yang sangat aneh itu tidak dapat menahan diri untuk mengetahui apa yang telah menimpa mereka.
“Ada apa dengan mereka, Fred?”
“Mungkin begini…”
***
“Pangeran datang bersama Ksatria Ungu…!” Erwin berkeliling memutari kampus untuk memberitahu anak-anak Kenanga yang merupakan rival dari anak-anak Pelangi.
Anak-anak Kenanga mulai bermunculan satu-persatu. Puluhan orang mulai membanjiri halaman kampus yang sangat luas. Sorot mata mereka merah menyala-nyala. Agaknya rasa benci telah meracuni pikiran mereka.
“Serang anak-anak Pelangi yang sok trendy itu…!” Erwin mengompori semangat teman-temannya.
“Ya…!”
“Hancur leburkan mereka…!”
“Setuju…!”
“Musnahkan mereka dari muka bumi ini…!”
“Ya…!”
Mereka memencet tombol hitam di sepatu mereka. Dari kedua tepinya muncul logam hitam memanjang.
“Pangeran kenanga mana?”
“Sibuk,” jawab Erwin cepat.
“Let go!”
Mereka melesat seperti burung, lalu berhenti di depan Ryan dan teman setianya, si Andre tentunya.
“Ada urusan apa kalian dengan kami?” tanya Andre lembut.
“Kami ingin menghajar anak-anak Pelangi yang sok trendy seperti kalian ini!”
Mereka tercengang.
“Dari zaman purba sampai zaman modern yang serba canggih ini, nggak ada masalah dengan kami. Kenapa kalian mesti keberatan? Atau jangan-jangan kalian ingin gabung dengan kami ya? Boleh-boleh aja. Bayar dulu satu juta.”
“Jangan kurang ajar, pangeran!”
“Siapa yang kurang ajar? Kalian sendiri kali yang kurang kerjaan.”
“Awas kamu, pangeran Pelangi!”
“Siapa takut?!” cibir Ryan dengan cueknya.
“Sudah-sudah jangan ribut di sini!” Andre menasehati. Dia tidak ingin emosi sesaat itu akan memakan banyak korban.
“Biarkan saja, Dre! Mereka duluan yang mulai cari gara-gara dengan kita.”
Sebelum sebait kata terurai dari mulut Andre, Erwin sudah naik pitam.
“Serang mereka…!”
“Hiat…, bress…!”
Anak-anak Kenanga menghujani mereka dengan pukulan yang keras dan bertubi-tubi. Ryan dapat menangkis serangan mereka dengan cepat. Namun Andre yang masih menginginkan adanya jalan damai itu masih berbaik hati memberikan mereka kesempatan tapi mereka malah membalasnya dengan serangan yang sangat keras hingga sebuah pukulan berhasil mengenai perut cowok itu.
Ryan merah padam. Sakit yang dialami oleh sahabatnya itu memang tidak seberapa tapi dia tidak rela sahabat yang sangat dicintainya melebihi nyawanya sendiri itu diperlakukan kasar oleh mereka. Dia menyerang mereka tanpa ampun sehingga dengan cepat dia berhasil memporak-porandakan benteng pertahanan mereka. Bau anyir darah menyeruak ke mana-mana.
Andre tergugu. Matanya nanar memendam kegetiran dan kesedihan yang sangat dalam. Dia tidak mengerti mengapa semua itu bisa terjadi?
“Itu pelajaran terbaik buat mereka agar lain kali tidak membuat gara-gara lagi.”
“Kamu benar, Ray. Semoga saja mereka dapat mengambil hikmah dari kejadian ini.”
Mereka ke kampus dengan berlari-lari.
***
“Kenapa sih anak-anak cowok pada suka berkelahi?” tanya Fay yang diikuti dengan deraian tawa teman-teman cowoknya.
“Kenapa juga anak-anak cewek suka berlama-lama di depan cermin?” bukannya menjawab pertanyaan Fay, Fred malah balik menanyai cewek itu.
“Aku kan tanya, kok malah ditanyai,” gerutu Fay.
“Aku kan cuma tanya…,” kilah Fred.
“Harusnya kan cowok ngalah sama cewek.”         
“Harusnya cewek yang ngalah sama cowok.”
“Ih, pusing aku jadinya!” Fay memegangi kepalanya.
“Ha…ha…ha…”
“Anak cowok suka berkelahi untuk nunjukin jiwa kepahlawanannya di depan ceweknya. Nggak lucu kan kalau seorang cowok nggak bisa jagain pelita hatinya, apalagi sampai digebukin! Tengsin, euy!”
“Ha…ha…ha…”
“Kalau kalian gimana?”
“Cewek nggak mau dikritikin sama cowok. Terutama soal penampilannya. Apalagi yang ngritikin cowok macam kalian ini!” jawab Fay mewakili teman-temannya.
“Eh, aku jangan disangkutin dong!” protes Angga. Dia yang merasa bukan setipe sama teman-temannya itu tidak mau disamaratakan dan terlebih lagi tidak mau disejajarkan dengan mereka.
“Tiruin tu si Angga. Jangan kayak si Merah ini…!” Fay memberitahu seisi kantin dengan suara cemprengnya itu. Seisi kantin gempar dibuatnya.
“Aduh Merah…malang sekali nasibmu!” Ryan yang semula cuek itu ikut meramaikan suasana.
“Ha…ha…ha…”
“Ah, kamu juga tambah parah kok, Ray!” timpal Fred nggak mau kalah.
“Why?”
“Pencarian bidadarimu yang nggak pernah turun-turun itu…”
“Ha…ha…ha…”
“Aku yakin bisa menemukannya,” kilahnya. “Tinggal tunggu waktunya aja.”
“Sampai rambutku beruban, Ray?” ledek Fred.
Ryan cemberut seketika.
“Jangan sewot gitu, Ry! Ayo sini, Say!” rajuk Fred kemudian.
“Bagaimana denganku, Fred?”
“Hatiku kan selalu terbuka untukmu, Dre. Kalian jangan manja gitu dong!” cerocos cowok itu yang membuat kedua sahabatnya itu tersenyum geli.
“Eh, mana pintunya, Fred? Aku kok nggak bisa lihat,” Reddy ikut menyemarakkan suasana dengan menarik-narik t-shirt milik temannya itu.
Fred bengong. Pagi ini anak-anak Pelangi bertingkah yang aneh-aneh. Si Andre yang biasanya sangat mandiri tiba-tiba jadi manja sekali, Ryan yang biasanya riang jadi mudah sewotnya dan ditambah lagi Reddy yang bertingkah seperti anak kecil. Dia benar-benar pening.
“Kamu kok jadi tambah tulalitnya sih.”
Mereka tertawa.
Anak-anak Pelangi memang rata-rata humoris. Mereka enjoy saja menikmati sajian gratisan itu. Efeknya pun lumayan bagus, bisa lebih akrab dengan anak-anak dari kelas pangeran. Paras mereka yang sangar-sangar itu tidak menghalangi anak-anak Pelangi untuk berdekat-dekatan dengan mereka. Kalau ada problem yang mengganjal di dada, tinggal dicalling aja. Tiap hari pasti muncul sensasi baru yang mereka rela menunggu-nunggu.
***
“Ayo buruan sana…! Mumpung orangnya lagi break.”
“Tapi aku takut,la,” Selsy memelas. “Nanti aku diketawain lagi!”
“Aku kira kalau ngomongnya baik-baik, dia nggak akan ganggauin kamu,” Ella mencoba untuk menyakinkannya.”
“Kamu yakin? Bagaimana kalau nanti aku dikerjai?”
Ella terdiam, berpikir keras. Apa yang dikatakan Selsy itu benar. Siapapun tahu kalau Ryan itu paling suka mengerjai orang. Kalau yang dia kerjai itu cewek setipe dirinya sih nggak apa-apa. Tapi kalau Selsy… pasti bakal trauma sekali.
“Ya… cuekin aja!”
“Nggak bisa,” sangga Selsy. “Kamu kan tahu sendiri, aku itu kayak gimana!”
“Ya aku tahu cewek seperti apa kamu. Lebih baik kamu ikutin aja saranku jika ingin masalahmu cepat selesai!”
“Temani aku ya!”
Ella mengangguk, lalu bersama-sama mereka menemui cowok itu.
***
Ryan dan Andre menuju tempat teman-temannya berada.
Ririn dan teman-temannya tidak menyia-nyaakan kesempatan untuk mencuri perhatian dari kedua cowok itu. Namun sayang, mereka tidak menyadarinya sama sekali.
“Si Ririn kumat lagi, Fay!” kata Lily sembari menarik-narik jaket bulu milik temannya itu.
“Aku tahu, Ly.”
Dasar cewek centil, nggak puas-puasnya gangguin orang! omel Reddy didalam hati.
Ya Allah, kapan pemandangan seperti ini akan berakhir?! Angga mengelus-ngelus dadanya.
“Ayo cepat jalannya!” teriak mereka pada kedua cowok itu. Ryan dan Andre menyepatkan langkah mereka hingga akhirnya sampailah pada tempat tujuan mereka.
“Ry, si Ratu Centil mulai beraksi tuh!” goda Fay. Ryan spontan menoleh kearah cewek yang dimaksudkan oleh cewek kesayangannya itu.
Ririn dan teman-temannya tersipu-sipu. Lalu mengerling dengan manjanya.
Ryan tak kuasa menahan deraian tawanya. “Ha…ha…ha… Ratu-ratu Centil pada suka overeksyen. Pake kerlingan mata segala.”
Suasana semakin riuh.
Ririn dan teman-temannya yang merasa mendapatkan peluang emas buat diperhatiin cowok itu makin menjadi-jadi sehingga tanpa malu-malu mereka melakukan kiss jarak jauh dengannya.
“Wa…!” Ryan ambruk seketika. Suara tawa semakin membanjiri ruangan mungil itu.
“Samperin mereka, Ray!” goda Fred setelah sahabat baiknya itu bangkit kembali.
“Terus, kamu ngapain?”
“Mendorongmu dari belakang.”
Bibir Ryan mengerucut seketika.
“Enak aja!”
“Kamu kan pangeran, orang nomor satu di sini. Kalo kamu nggak kuat, gimana nanti kami ngatasinnya?” kilah Fred dengan ringannya.
“Anak-anak Pelangi memang manja-manja. Maunya yang enak-enak saja. Giliran asamnya tiba, aku disuruh duluan,” gerutu Ryan.
Tawa mereka semakin membahana. Namun suasana yang ramai itu menjadi hening ketika sayup-sayup suara terdengar di tengah-tengah mereka.
“Hi, semuanya…!”
Kontan mereka menoleh ke arah si empunya suara. Dua orang cewek yang manis telah berada di hadapan mereka lengkap dengan memamerkan senyum manisnya.
“Do… si Ell mau nyamperin aku ya?” celutuk Fred.
“Siapa yang mau nyamperin kamu?!”
Ella memandang sebal ke arah cowok yang menyandang gelar kehormatan play boy itu tapi cowok itu malah semakin gencar menggodanya. Rasa sebalnya semakin memuncak ketika cowok itu nggak jemu-jemu memanggilnya “Ell” dan dialah orang pertama yang telah menularkan virus itu pada teman-temannya.
“Ah, jangan malu-malu, Ell! Kamu kemari untuk mencariku kan?!” goda Fred sembari mengerlingkan matanya yang membuat Ella semakin jengkel saja.
“Aku kemari bukan untuk mencarimu tapi dia,” jelas Ella sembari menunjuk Ryan.
“Aku tahu sekarang. Kamu kemari untuk ngungkapin perasaanmu sama Ryan kan?” tebaknya sok usil.
“Kamu jangan asal main tebak seenaknya, Fred. Meskipun Ryan itu cowok paling beken di sini tapi aku nggak minat sama dia. Apalagi ada hati dengannya!”
Kontan semua orang terpingkal-pingkal. Tak terkecuali Fred pula. Sungguh suatu keajaiban nian masih ada seorang cewek yang nggak tergila-gila pada cowok paling beken dengan segudang kelebihan yang dimilikinya.
Dada Ella berdebar-debar kencang. Dia sangat takut kalo Ryan akan memberikan sanksi padanya. Tapi untunglah sepertinya suasana hati cowok itu sangat baik hingga dia tidak menjatuhkan sangsi apapun padanya.
“Ngapain kamu mencariku, Ell?”
“Bukan aku tapi dia.”
“Selsy…!” Ryan, Fred dan Reddy kompak terbelalak. Mereka seakan tak percaya mendengarnya. Demikian pula dengan yang lainnya tapi mereka tak seheboh ke tiga cowok itu.
 “Sebelum kamu curhat sama aku, tolong cariin cafe termahal di dunia!” ujar Ryan sebelum Selsy sempat mengemukakan persoalannya pada cowok itu. Kedua cewek itu pun cemberut.
“Sebagai mahluk sosial kita harus saling tolong menolong. Aku bersedia membantumu, cuma…”
“Ada syaratnya,” potong Ella sebelum Ryan sempat menyelesaikan argumennya. “Kalo kamu nggak mau, nggak pa-pa. Aku rasa masih banyak orang yang mau membantu,” Ella menarik lengan temannya itu menjauh dari mereka. Meski rasa kesal mendera kedua cewek itu tapi mereka masih berharap cowok itu akan mengurungkan niatnya. Detik demi detik mereka terus menanti hingga akhirnya mereka masih memiliki harapan itu.
“Hi, tunggu…!”
Mereka menghentikan langkah dan dengan suka cita menemui cowok itu.
“Semoga kalian bisa menemukannya,” kelekar Ryan sembari tertawa-tawa.
Ella yang sangat kesal dengan ulah Ryan itu langsung meninju perutnya. Ryan pun meringis kesakitan sementara teman-temannya terpingkal-pingkal.
“Masih mau mempermainkan kami lagi?”
“Nggak.”
Ryan menarik nafas pelan, lalu menghembuskannya kembali.
“Apa yang bisa aku bantu, Selsy?” tanya Ryan dengan rona muka nan serius.
“Aku… aku…”
“Iya, katakan saja apa yang mengganggu hatimu!” kata Ryan sembari tersenyum lebar.
“Aku…aku…,” lidah cewek itu terasa susah sekali untuk digerakkan. Dia sangat terganggu sekali dengan penyakit gagapnya yang terus saja kambuh bila dia tengah dalam keadaan panik. Penyakit yang sudah lama dideritanya dan sampai saat ini belum bisa dia sembuhkan.   “Apa…aku…in…ini…ku…kuper…se..sekali…?”
“Nggak,” jawab Ryan masih merekahkan senyum manisnya.
“Kenapa mereka bilang begitu?”
“Kamu nggak kuper kok hanya saja terlalu pemalu. Jika saja kamu dapat merubah sifatmu itu, aku yakin kamu akan menjadi seperti mereka pula.”
“Aku nggak akan mungkin seperti mereka, Ray.”
“Kenapa?”
“Aku nggak pede. Kamu tahu kan kalo aku ini punya penyakit gagap yang sewaktu-waktu bisa kambuh kembali dan bila hal itu terjadi semua orang di kampus ini pasti akan menertawaiku habis-habisan. Aku malu menjadi bahan olokan mereka, Ray.”
“Bangun rasa pedemu dan buang penyakit gagapmu itu sedikit demi sedikit. Mulai sekarang bergaullah dengan anak-anak yang lain. Aku yakin kamu pasti bisa melakukannya dan mereka tidak akan menganggapmu cewek kuper lagi,” sarannya.
“Kamu yakin aku akan berhasil?”
“Tentu saja.”
“Gimana caranya aku ngatasin penyakit gagapku itu?”
“Kenalilah faktor pemicunya setelah itu carilah cara untuk mengatasinya.”
“Baiklah, aku akan mencobanya.”
“Nah, itu baru oke. Aku akan tunggu kabar baik darimu.”
“Lihatlah nanti aku pasti bisa menghilangkan penyakitku itu! Makasih atas sarannya ya! Kami permisi dulu,” kata Selsy, lalu mengajak Ella berlalu dari hadapan mereka.
“Ray, apa yang membuatmu bisa melupakan cewek-cewek cantik itu?” tanya Fred yang tidak bisa membendung rasa penasaran di dalam dadanya.
“Aku hanya ingin menikmatinya saja.”
“Tumben sekali kamu lebih tertarik pada minuman daripada cewek.”
“Memangnya apa yang kamu pikirin?”
Fred langsung menguraikan opininya tadi.
“Ha…ha…ha… kamu ini ada-ada saja. Mana mungkinlah mereka akan menyerang kami bersamaan. Emangnya mau cari mati kali.”
“By the way, kamu udah dapet cewek, Ray?”
Ryan menggeleng.
“Kamu, Dre?”
Andre menggeleng pula.
“Ada saran nggak?”
Mereka bertiga saling berdekat-dekatan, lalu menguraikan idenya masing-masing. Kemudian tertawa-tawa.
“Pasti bakalan seru…!” Fred terpingkal-pingkal.
“Ditanggung heboh sekali…,” sambung Ryan.
“Yang pasti akan memeriahkan Pelangi…!” sambung Andre pula.
“Ayo, kita pergi sekarang!” ajak Ryan.                                  
“Yoi,” jawab Fred dan Andre kompak.
“Dah, semuanya!” pamit mereka bersiap-siap untuk menjalankan aksi mereka sementara teman-teman mereka hanya bisa memandang kepergian mereka dan membayangkan kehebohan apa kali ini yang akan terjadi jika kedua genk yang paling berpengaruh itu telah bertemu nanti.

Komentar