I am Coming Pelangi
Apa kau tahu apa itu Pelangi? Mungkin menurutmu ia adalah seberkas warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu yang menorehi langit biru. Atau barangkali tempat berlabuhnya para bidadari yang memiliki sayap putih berkilauan sejernih permata mulia. Nggak, nggak benar sama sekali. Nggak ada seorangpun dari anak-anak Pelangi yang memiliki sayap. Meskipun hanya sehelai saja. Pelangi adalah nama sebuah genk yang sangat terkenal dengan anak-anaknya yang pintar, jago berkelahi dan suka berpenampilan keren abis.
Apa yang akan kulakukan untuk menghadapi ulah pangeran dan para ksatria yang suka membuat gara-gara? Pasrah? Nggak akan pernah. Atau melawan saja? Tapi dengan kekuatan apa? Diri sendiri. Ya itulah satu-satunya kekuatan yang aku punya, kata cewek cantik berambut panjang dengan semangat. “I am coming Pelangi!” diapun merangsek dan menyibak barisan manusia dengan hati yang berseri-seri.
***
Gemerincing kaki mengalunkan melodi yang merdu. Mengalahkan indahnya musik nan mendayu-dayu. Mengantarkan ia ke dermaga hati. Yang berada di dalam suatu negeri. Negeri yang hanya dimiliki oleh sanubari nan suci. Namun ketika tujuan sudah di ambang mata, seseorang mengganggu perjalanannya. Menghentikan harapannya.
“Bruk…!”
“Aauuuw…!”
“Dasar cowok sialan! Apa kamu nggak lihat kalau aku lagi jalan? Main tubruk orang seenaknya aja!” maki cewek itu.
“Ye… bukannya kamu yang nabrak aku duluan!” timpal Ryan tak kalah sengitnya.
“Apa kamu bilang?”
“Kamu yang nabrak duluan!” Ryan tersenyum sinis. “Kalo kurang jelas, biar aku ulangi lagi. Mau?” ledeknya.
Cewek itu memerah. Sebersit rasa takut tiba-tiba menyergap hatinya karena dia telah berurusan dengan cowok nomor satu di Pelangi. Apa yang akan cowok itu lakukan padanya? Dipermalukan di hadapan semua orang? Namun hatinya sangat lega kala menatap seorang cowok yang berada di samping Ryan. Cowok yang sangat disegani dan paling pandai meredam kemarahan Ryan. Seseorang yang mampu menyelamatkannya dari cengkraman Ryan.
“Udah, Ray. Kasihan kak Rina. Walau bagaimanapun dia itu cewek yang butuh untuk disayangi nan dikasihi. Janganlah kamu ambil hati perkataannya tadi! Lupakan saja. Anggap saja semua ini nggak pernah terjadi!” bujuk Andre.
“Biarin aja, Dre!” sangga Ryan. “Lagian dia duluan yang mulai. Siapa suruh jadi cewek sesombong itu!”
“Apa kamu bilang?” emosi Rina tersulut kembali.
“Mau marah ya?” Ryan tertawa-tawa. “Idih takut…!” cibirnya.
Telinga Rina bagai disambar petir.
“Dasar miring!”
“Memangnya kenapa? Gini-gini juga banyak yang ngantri,” balas Ryan dengan cueknya.
“Kalau cuma omong doang, semua juga bisa. Mana buktinya? Mana?”
“Oke, aku akan buktikan sama kamu.”
“Ide apalagi yang mau kamu bikin, Ray?” tanya Andre gemas. Ryan cuma tersenyum samar. “Sudahlah jangan bikin gara-gara lagi di sini! Aku bisa tahan menghadapi segala macam cobaan di dunia ini, tapi aku nggak akan sanggup melihatmu tertimpa duri karena terlampau percaya diri.”
“Tenang, Dre. Aku akan baik-baik saja.”
“Dapat sial baru tahu rasa kamu, Ray!”
Ryan tertawa terbahak-bahak yang membuat sahabatnya itu semakin gemas saja. Dia memutar keras otaknya untuk mendapatkan sebuah ide yang jitu namun ia tak jua kunjung ditemui. Agaknya otaknya sudah buntu hingga tak satupun ide yang mampu terurai. Dia jadi kesal dibuatnya. Karena terlalu kesalnya dia menggeser-geserkan matanya ke segala penjuru. Akhirnya dia mendapatkan juga apa yang dicarinya.
“Ehm… kamu lihatkan pintu itu?!”
Muka Andre benar-benar kusut. Tampaknya dia sudah dapat menebak apa yang akan dilakukan oleh sahabat baiknya itu. Yang pasti dia sedang merencanakan sebuah ide nan tak baik. Ingin dia melarangnya, namun ia tak kuasa.
Ya Robbi… jangan sampai ide gila mengalahkan akal sehatnya!
“Di depan situ kan ada pintu, otomatis banyak cewek yang lalu lalang di sana . Aku akan mencium siapa saja yang duluan datang ke sini!”
“Hah…!” Andre dan Rina terbelalak mendengarnya.
“Kamu serius, Ray?” Andre jadi merinding dibuatnya. “Kau gila apa?”
Ryan tersenyum geli melihat wajahnya yang pucat pasi. Meskipun tampang Andre sangar habis tapi… dalamnya sangat bertolak belakang sekali. Coba lihat penampilannya sekarang! Kemeja hitam berkerah tinggi, tanpa lengan lagi yang dibuka kedua kancing atasnya serta sarung tangan hitam yang panjang dan jam tangan putih yang berada di tangan kirinya. Celana hitam beserta sabuk kulit hitam yang dilengkapi dengan tiga rantai besar di sisi bagian kaki kirinya sampai belakangnya pula. Sepatu boot hitam yang panjang dan rambut ungunya membuatnya semakin sangar saja. Sama seperti yang dia kenakan.
“Tentu saja aku serius,” jawab Ryan mantap.
Dada Andre mulai berkecamuk.
Ryan yang pada dasarnya suka mengerjai orang itu tidak mengurungkan niatnya bahkan dia justru malah terlihat sangat enjoy sekali.
“Siapa dulu dong? Ryan…!”
Andre kian memucat.
“Udah, deh. Jangan berlagak melulu! Ayo buktikan…!” kata Rina jengkel.
Sedetik kemudian mereka beranjak menuju tempat sasarannya berada. Dari kejauhan tampak beberapa anak cewek tengah berjalan dengan santainya yang membuat Ryan semakin kegirangan.
“Kamu lihat kan cewek - cewek kece yang lagi nungguin ciuman dariku?! Aku jamin, Dre. Mereka langsung pingsan di tempat. Percuma dong aku punya tampang yang oke punya ini kalau nggak bisa dapetin mereka!”
“Kece, sih kece. Masa iya cewek segitu banyaknya kamu embat semua?! Kira-kira dong, Ray!”
“Tenang, Dre! Aku pasti sisain buatmu.”
“Emangnya kamu pikir cewek itu makanan apa? Dasar play boy kelas kakap lu!”
“Aku bukan play boy, Dre,” sangga Ryan.
“Terus apa coba?”
“Cowok pencari cinta sejati.”
Karena terlalu gemasnya Andre mengacak-acak rambut temannya itu. Ryan pun turut membalasnya pula. Lalu mereka tertawa-tawa.
“Ke salon yuk, Ray!”
“Wah, surprise banget kamu ngajakin aku ke sana . Kalau aku boleh tebak, kamu pasti mau menyaingi kerapiannya si Alex kan ?”
Andre menggeleng kuat-kuat.
“Lalu?”
“Kayaknya rambutmu terlalu panjang, Ray. Kurasa sudah saatnya untuk dipotong.”
”Nggak mau. Aku sangat sayang sekali pada rambut ini. Lagian aku selalu merawatnya dengan baik kok,” tolaknya mentah-mentah.
“Kalau kamu nggak mau, ya nggak pa-pa,” kata Andre kemudian. “Aku punya saran untukmu. Jika kamu menerimanya, alhamdulillah. Kalo nggak, tak apa-apa.”
“Emangnya kamu mau kasih aku saran apaan sih?” tanya Ryan penasaran.
Andre menarik nafas sejenak, lalu menghembuskannya kembali.
“Lekaslah kamu menikah secepatnya!”
Kata-kata itu membuat Ryan ternganga. Dia tidak mengerti mengapa tiba-tiba saja temannya itu menyuruhnya untuk menikah. Mau menikah dengan siapa? Cewek saja dia nggak punya. Memang sih banyak anak-anak cewek yang mengejar-ngejar dirinya tapi sayangnya dia nggak tertarik pada mereka sama sekali.
“Di antara kita bertiga, cuma kamu yang paling aku khawatirkan. Emang sih di mana-mana kamu selalu dikelilingi oleh anak-anak cewek tapi sayangnya seleramu soal “cewek pujaanmu” itu terlampau tinggi sekali. Aku takut kamu sulit menemukan pelita hati yang kamu cari selama ini,” jelas Andre seolah mengetahui isi hati dari sahabat karibnya itu.
“Kamu nggak perlu mengkhawatirkannya. Tenang saja! Aku sudah menemukannya kok,” kata Ryan tersenyum samar.
“Maksudmu… Andin?” Andre terbelalak. “Kamu benar-benar serius dengan dia?”
“Benar.”
“Bagaimana dengannya?”
“Kukira dia punya perasaan yang sama denganku. Tapi dia selalu menutup-nutupinya seolah-olah di antara kami nggak terjadi apa-apa. Seperti cewek-cewek pada umumnya…”
“Malu-malu… tapi mau…” Ryan dan Andre tertawa-tawa.
“Mereka tersenyum manis padaku,” Ryan mengalihkan pembicaraan. “Kalau setiap hari aku dapati pemandangan seindah itu, aku pasti sudah melayang karna terlalu senangnya.”
“Tuh kan … kumat lagi gilanya…!” omel Andre namun si Ryan malah semakin kegirangan.
Di tengah-tengah berapi-apinya Ryan, tiba-tiba datang sesosok tubuh yang tidak diundang. Dia menghalang-halangi cewek-cewek yang menjadi incarannya.
“Dari mana datangnya badak laut itu?” tanya Ryan yang nyalinya makin mengkerut. Apalagi setelah cewek itu mengerlingkan matanya, lutut Ryan jadi lemas semua.
“Ha…ha…ha…” tawa Andre yang sudah lama dibendungnya itu meledak seketika. “Itu kan cewek yang kamu tunggu-tunggu, Ray!”
“Yang benar aja. Mau ditaruh di mana mukaku nanti?!” sewot Ryan.
“Anggap aja cewek itu bidadari.”
“Bidadari apaan? Bidadari yang turun dari selokan!”
Andre terpingkal-pingkal namun Ryan semakin bad mood aja.
“Kenapa kamu cuma bengong aja? Bidadarimu sudah menunggu tuh! Takut…?” Rina meledeknya.
“Sorry layaw… nggak ada istilah takut dalam kamusku,” elaknya.
Andre yang tahu bagaimana perasaan dari sahabatnya itu merasa terenyuh juga. Ryan yang sehari-harinya diperebutkan anak-anak cewek kini mengalami nasib yang sangat apes sekali.
“Kenapa hatiku jadi berdebar-debar, Dre?”
“Tenang…! Itu reaksi normal bagi doi yang lagi ketiban sial, eh ketiban bulan gitu…,” ujarnya sok bijaksana.
“Kalau ceweknya cantik, modis and trendy abis sih, untung. Tapi sekarang bukannya untung malahan buntung,” kata Ryan parau.
“Siapa tahu kamu bisa dapetin cewek yang modis punya!”
Wajah Ryan jadi berseri-seri begitu mendengarnya. Semburat awan hitam yang semula menyelimutinya lenyap tak tersisa. Ditelan rasa suka cita yang mengaliri raganya. “Pangeran kan layaknya berdampingan dengan seorang putri.”
Andre tersenyum geli melihat penyakit lamanya mulai kambuh lagi. Ray…, Ray. Kamu memang nggak pernah berubah. Selalu saja membuat sensasi baru. Apalagi kalau bukan soal pencarian bidadarimu yang penuh liku.
“Gimana sekarang, Dre?”
“Kamu berhitung aja biar nggak syok nantinya. Gimana?”
“Oke juga. Darimana kamu dapatin ide secemerlang itu, Dre?”
“Memangnya kamu nggak merasa?” Andre sewot sekali. “Aku kan selalu dapetin ide-ide yang jitu buatmu,” ujarnya lembut, lalu dia menjotos perut Ryan dan tertawa renyah sekali.
Ryan ikutan ketawa tapi sambil mengomel dalam dada. Dia lupa kalau si Andre kadang-kadang bisa sadis juga. Nggak jelas kapan serius yang bisa jadi bumerang kalau dibercandain dan kapan cuma main-main aja. Ekspresi cowok yang satu itu benar-benar sukar untuk ditebak.
“Jangan kencang-kencang dong!”
Tawa Andre semakin keras. “Cowok sejati harus tahan uji!”
“Kalau kamu bukan sohibku, udah kutendang sampai rumah sakit!” gerutunya yang membuat Andre semakin terpingkal-pingkal saja.
Hembusan angin nan spoi-spoi menghangatkan suasana. Secerah mentari yang menyinari belahan bumi ini. Namun amukan badai menghempaskan keindahannya.
“Hi, cepetan…!”
Mereka terdiam mendengar teriakan Rina yang sangat keras sekali itu, lalu berjalan perlahan-lahan.
Cewek yang tidak disukai Ryan itu kembali mengerlingkan matanya. Ryan balas melemparkan senyum manisnya yang membuat cewek itu jadi salah tingkah.
Ge-er amat lu! pikirnya. Bidadariku parasnya sangat anggun dan rupawan, cara berjalannya… sangat tenang, sorot matanya… setajam kilatan pedang samurai, senyumannya… menyejukkan hati, kata Ryan sembari membayangkan cewek pujaannya itu.
“Tu… wa… ga… pat!”
Anak-anak cewek berjalan beriringan.
Ryan menutup mata dan meraih lengan seseorang. Alangkah terkejutnya kala dia mendapati lengan itu milik seorang cewek yang ditaksirnya sangat langsing. Namun kebahagiaannya itu tidak berlangsung lama karena cewek itu telah menghilang di balik kerumunan orang-orang sebelum dia sempat membuka matanya lebar-lebar. Dia bahkan tidak meninggalkan sebuah cinderamata padanya kecuali sebuah tamparan yang sangat keras di pipi.
Beribu-ribu bidadari telah aku temui namun tak satupun yang mampu mengisi ruang hatiku. Harum nafasmu masih tersimpan di kalbu. Bukalah tabir dirimu, wahai putri misteri! Turunilah telaga madu! Obati kerinduanku! ujar Ryan dari lubuk hati yang paling dalam. Raut wajahnya sangat berseri-seri dan sesungging senyuman manisnya menghiasi belahan bibirnya. Semua mata yang memandangnya turut terlarut dalam kebahagiaannya.
“Kali ini kamu memang beruntung. Tapi lain kali, aku nggak akan kasih ampun!” Rina ngeloyor sebal.
Ryan dan Andre terpingkal-pingkal. Sejurus kemudian mereka berlari-lari menuju kantin. Sementara di persimpangan jalan seorang cewek tengah menumpahkan kekesalannya.
“Dasar cowok play boy! Seenaknya saja dia main pegang tangan orang sembarangan!” omel cewek itu. Sungguh dia tidak mengira akan mendapatkan sambutan yang seperti itu dari genk Pelangi yang sangat kesohor itu.
Komentar
Posting Komentar